3/4/20

#63 Tawangmangu | Ing Tawang

Nyawang langit sing tau njiret ati
tan bisa lali,
Ing awang-awang ndhuwur sisih wetan
katon wewayangan sing prasasat kaya
arep ngajak pepasihan
masiyo sansaya samar nanging tetap angel dilali
















Nyawang langit sisih wetan omahmu,
mung sedhelo sakjane,
nanging tansah kagegem
kenceng
tan bisa uwal.

angin sing tumiyup mangsa ketiga
wis gumanti angin grimis mangsa rendheng
tetap kekes, anyep
kayadene ati sing tau tatu iki

#62 Surabaya | Rest Area KM 754

terasa asing di sini,
celingukan mencarimu
jauh….

sengaja melempar pandang di sepanjang
jalanan, berharap bau rambutmu
tercium olehku, atau aroma kulit remajamu dulu telah tergerus usia ?

tak lelah mencarimu
jejak yang kupastikan kau pernah singgah disini
mungkin sesaat, mungkin cuma hanya melepas lelah dari panasnya kota

aku berjalan dari etalase menuju etalasi,
membaui kopi mengepul dari kafe-kafe yang berderetan
dari tawa dan senyum ramah para penjaganya
dari hembusan napas-napas lelah

ah, suatu saat aku akan mampir,
sekedar ngopi dan mencari tahu
jejakmu di sini

: memburu bayang-bayang

3/3/20

#61 Muncar | Kosong

mengapa harus bersedih,
saat mimpi tak bisa teraih..
adakalanya kita harus menghargai setiap jerih upaya
sekecil apapun, usaha tetaplah usaha

membangun mimpi lainnya
jelas tidaklah mudah,
tapi itu harus dan sesegera
selagi yang lain --mungkin tengah sibuk tertawa,

apakah benar, usaha tak pernah menghiati hasil ?

kau telah memilih, Tuhan telah memberikan
terbaik, meskipun menyakitkan,
seperti juga pilihan-pilihan kita lainnya,
tangan Tuhan juga yang campur tangan,
mengaduk-aduknya entah nanti berwujud apa

mengapa harus patah,
ini saatnya tumbuh dan tumbuh lagi

jalan memang terjal
sempit, adalanya harus berjalan di setapak
yang tak tentu ujungnya,
tapi pasti berujung,
tapi pasti sampai tujuan

mengapa harus bersedih ?
karena aku begitu khawatir,
karena aku tengah menangis,
karena aku ................

3/2/20

#60 Gradjakan | Ruang Tunggu

Sabtu, kebetulan hanya ada acara jalan sehat, maka bisa pulang sekolah sangat awal,
sesuai rencana langsung meluncur menjemput istri, dan pergi ke rumah mbah dukun pijet,
demi menempatkan benang urat dan syaraf yang lagi demo agar kembali ke jalan yang benar, maka demi itu pula harus menunggu di ruangan yang cukup luas, dengan banyak kursi berjejer. Disana dari jam 10.00 pagi sampai jam 16.00, hampir 6 jam menunggu akhirnya kesampaian juga hajatnya..

Orang menyebutnya “mbah”, padahal usianya boleh jadi sepantaran dengan saia, atau boleh jadi di bawah usia saia… kenapa disebut “mbah” ya?
ternyata, istilah “mbah” karena yang manjing di tangan “mbak” dukun-lah yang usianya lebih “tua” dari kakeknya kakek saia…..

“Lha tahunya sampeyan darimana ?”, Tanya seorang pelanggan setia mbak Dukun,
dengan cengar-cengir saia katakan,
“coba njenengan dengar dengan seksama, saat “mbak” dukun mulai memijat, terkadang suaranya berubah jadi mbah-mbah”

Hah…. Kapan-kapan pengin tahu deh, mbahnya mbak dukun itu…

Yuk panggil :
Marmarti kakang Kawah adhi Ari-ari Getih Puser, kadang-ingsun papat kalima pancer, kadangingsun kang ora katon lan kang ora karawatan, sarta kadangingsun kang metu saka mar-gaina lan kang ora metu saka margaina, miwah kadangingsun kang metu barengan sadina kabeh, bapanta ana ing ngarep, ibunta ana ing wuri, ayo pada rewang-rewangana ingsun, katekanna ing sakarsaningsun.

#59 Jakarta | Rindu Suatu Ketika

sepertinya, angin senja akan membawaku ke suatu masa,
: mengingat lagi saat pertemuan pertama
denganmu,

aku kangen pada nyanyi-nyanyi rindumu,
saat jemari saling tertaut,
saat kaki-kaki tak lelah
menyusuri etalase dan etalase
saat tanganmu kugenggam
dan menyeberangi lautan manusia berjejal,
bergelantungan

CitraLand awal 1998
masih ingat bukan,
saat kita bersama menengok pijaran senja di ujungnya Jakarta…
merindukan, saat gulita-nya
kita berlarian dalam rinai
terguyur luapan cinta,
tangan kita tak saling lepas,
senyum kita tak pernah patah,

dua puluh tahun yang lalu…
saat jemari hati
telah menyatu pada sukma kita,
sukmaku-sukmamu, menyetubuhi jiwa kita !

sepertinya,
angin senja akan kembali membawaku ke suatu masa,
: saat aku  memulai mencintamu !

mengingat sebelum mei 1998

#58 Muncar | Nisan

kutitipkan batu hitam
yang teronggok di rerumputan, dalam emban ilalang
tanpa nama, tanda kenang,
dingin dan sendiri,
jangan pedulikan, karena ia hanya sebuah
batu
yang kebetulan ragaku tepat di bawahnya !

nisan hitam
para penjaga jiwa
hitam kelam, dingin, beku