2/26/20

#57 Banyuwangi | Benalu

Benalu muda tumbuh perlahan di dahan pohon,
tiada yang tahu, tiada yang peduli,
ia terus menggerogoti,
dan terus saja tiada henti
: dan Kalian baru menyadari ketika si
Inang mati !

Benalu (Loranthus, suku Loranthaceae) adalah termasuk tumbuhan parasit obligat yang hidup dan tumbuh pada batang (dahan) pohon tumbuhan lain. Benalu dapat dijumpai dengan mudah pada pohon-pohon besar di daerah tropis. Biji tumbuhan ini pada buahnya menghasilkan getah seperti lem berbentuk jeli yang lengket.
Benalu menyerap makanan dari pohon inangnya sehingga merugikan inangnya, jika dibiarkan benalu dapat bertambah banyak dan dapat menyebabkan tumbuhan inangnya kurus dan pada akhirnya kering dan tumbuhan inangnya mati.
Penyebaran tumbuhan ini terjadi dibantu oleh burung, apabila burung memakan buah dan bijinya lalu mengekskresikan pada dahan pohon, bijinya yang lengket akan menempel pada dahan pohon selanjutnya akan
berkecambah dan benalu muda mulai tumbuh. Benalu sering dikaitkan dengan orang yang senang menumpang kepentingannya kepada usaha orang lain tanpa mau berusaha sendiri.
Dituju kepada orang yang merugikan atau menyusahkan hidup orang tempat dia menumpang. (dikutip dari sini)

#56 Surabaya | Nawang

semalam aku bertemu dengan bidadari yang turun dari pohon jambu,
dia ramah menyambutku
dengan gerai rambutnya yang kini sebahu
lama bersua dalam bingkai masalalu yang dikemas pada kisah kini,
hm, bidadari itu, tak lagi menggodaku,

——–karena justru aku yang kini tengah menggodanya

#55 Temanggung | Prolog

prolog : yang bisa kita lakukan hanyalah menyelamatkan apa yang harus diselamatan,
menghindari apa yang bisa kita hindari,
meski aku tahu, suatu hari pasti kita akan menghadapinya lagi
—————–


kupandangi wajah lelapmu,
jelas ada kegelisahan sangat di sana
bekas air matamu masih nampak jelas tergambar
barangkali memang lebih baik kau tumpah ruahkan
segala rasamu lewat tangis yang panjang
meski hatiku tak kalah bergolak beradu  rasa,
mata ini kupaksakan untuk tidak meneteskan airmata,
meski telah memerah membara….

ketika malam telah sampai keujungnya,
ketika fajar masih terlalu muda,
ketika kau terbangun tiba-tiba,
: genggam erat jemariku,
benamkanlah kepalamu di dadaku ruahkankan semuanya
semua tanpa sisa tanpa sisa ………

2/25/20

#54 Banyuwangi | Apakah Engkau

apakah engkau perempuan itu,
membuatku geram pada rindu
yang digoreskannya pada setiap waktuku

engkaukah itu
yang berjalan dari masalalu ke masadepanku,
perempuan yang membuatku patah hati
entah untuk yang keberapa,
aku lelah menghitungnya

engkaukah itu
yang selalu padamu kupahatkan penaku
pada kertas usang masalalu ke
lelangit biru
yang masih saja membeku
meski aku sejengkal dari tatapmu

jiwa-jiwa lelah,
rindu patah aksaranya

#53 Karanganyar | Nadia


lagi-lagi hujan
menyisakan butirannya di wajah ayumu,
mengapa kau murung, gadis kecil ?
ayo, berlarilah mengejar kupu-kupu
sebelum segaris kluwung meraihnya…

lagi-lagi hujan
menetesi satu-satu di pipi putihmu,
mengapa kau diam gadis kecil ?
ayo, kejarlah belalang biru
sebelum sembunyi disayap senja ini…

dalam rindu sangat
menanti gadis kecilku duduk dipangkuan,
belajar menari diantara dua pelangi

#52 Banyuwangi | Masih Tentang Hujan

butiran hujan jatuh saling berhimpitan,
satu satu mengalir membuat celah masalalu
kian terbayang dipelupuk mata,
bercampur aduk dengan reka masadepan.

Apakah hujan masih tetap sama
dengan gurat kisah masalalunya?

dalam kerinduanmu semu,
memutari waktu, pada kekinianmu
untuk menjadi kekinianku….

Meski senyatanya tak juga bisa memahami rajutan rindu dan cintamu itu,
: terlalu rumit !

#51 Karanganyar | Angin Masih Menyembunyikanmu

satu ketika di senja hari
datang menepati janji di sini

kau pandu langkahku hingga terantuk di sini,
tergeletak di serakan sajak-sajak rindumu,
belum juga rampung kau benahi

datang menepati janji
untuk merangkai
satu-satu setiap jengkal aksaramu
menjadilah cinta dan rindu
menjadi sebait sajak buatmu

sebenarnya aku megap-megap
menahan keingintahuanku tentangmu,
meskipun hanya sedikit saja,
tapi, aku harus menahan diri,
dan tetap menempatkanmu
pada sisi rahasia yang harus selalu kaujaga,

seperti angin yang selalu meninggalkan jejak
disetiap singahanmu

—–perempuan nungguin hujan, suatu sore di depan toko buku

2/24/20

#49 Ketapang | Selingkuh

rinduku menyerupai alun ombak di selat bali,
mempermainkan perahu kecil
tanpa penghuni, sepinya menyerupai
punggung semenanjung blambangan yang masih menyimpan misteri

apakah mimpi tentangmu masih juga mencandui ?

aku masih bisa bercengkrama dengamu
meski berbatas dinding berjarak ruang
dan bentangan byte yang bertira-tira banyaknya

bahkan meski tampak sering
bertaut aksara, bersendau di himpitan
sibuk dan mencuri kesempatan di tengah pekat gulita
ketika kantuk justru menjadi peluang ketika harus terjaga dari sunyi malam
dan menemani rembulan melanglang jagad
dan bersahabat dengan dingin dan sepinya,

dan aku masih mencandui sepi bersamamu di sini…..

_________________
terisnspirasi dari sepasang kekakih
di pojokan dermaga Ketapang, Banyuwangi

#48 Banyuwangi | Jarang Goyang

malam larut dalam dendam,
gerimis mengalir ke ubun-ubun,
menarik napas dan semua rasa pada titik beku
hati mati rasa, jiwa mati rasa,

niat ingsun matek ajiku jaran goyang;
tak jaluk jabang bayine si gendhuk *******
teka mara tumeka

teka mara tundukna
teka mara nuruta
teka welas teka asih si gendhuk ingsun goyang rontok sajane mituhu
maring karepku
saking kersane GUSTI ALLAH…….

kini, kau menengadah mengikuti setiap tarianku

#47 Muncar | Simpang Malam

persimpangan malam,
di tengah bulan yang separuh,
kita ———aku dan kau, 
mencipta jejak bayang
yang kita sembunyikan di balik pepohon perdu,

biarkan saja
sang embun melindungi
persembunyian kita hingga terik mentari esok 
mengkoyakkannya

selama tujuh malam,
‘ntah sudah berapa puluh lembar
sajak liar yang telah kita lahirkan, 
dan gerak tubuhmu
masih saja melenggak-lenggokkan penaku

maka,
dalam keremangan rembulan
dalam sepinya jejak 
aku dan kau
telah benar-benar menyatu pada satu sajak

: sajak cinta, sajak dusta, sajak yang sia- sia

#46 Cemoro Sewu | Batas Senja


pada batas senja,
apakah masih ada cinta ?
seperti angin yang meluruhkan sebagian ujung rambutmu,
yang mempermainkan mimpi terhadap
harapan
lantas memisahkannya dengan sangat jelas,

selalu pada batas senja,
ketika lelangit semburat tembaga,
ketika pertanyaan selalu sama
apakah masih ada cinta ?

separuh sajak hidup dalam hayal belaka !

2/23/20

#45 Muncar | Nawu Kangen

nawala sing dak tampa patang dina kepungkur
isih tansah dak waca,

anggawa rasa kingkin,
ing mangsa rendheng katelu
ngepasi kartika ngancik patbelas dina,
sliramu tak anti-anti ana ing pinggiran gisik pang-pang kene

rasaku wis memet, nggremet-nggremet,
teka ing pikir kang amet,
tansah nunggu
sliramu bali, masiya hamung sak kedhepe
netra…
dhiajeng,
mbok menawa sliramu pancen nduweni rasa kang padha
karo rasa pangrasaku,
mula, tak titipake kangen iki
marang gegulunge ombak
sing tansah setya tuhu marang mangsa sing sok geseh,
gusuh sing wola-wali iki…

amung siji panyuwunku,
muga sliramu tansah rahayu memuji gusti,
lan pinayungan sih kanugrahaning pangeran…
: sesuk, tak tunggu sliramu ing gisik pang- pang iki
_____________
ing gisik pang-pang
gisik pang-pang/teluk pang-pang membujur
searah garis pantai dengan semenanjung blambangan, 
yakni sebuah semenanjung yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa. 
Semenanjung ini berada di wilayah Kecamatan Muncar (Muntjar) Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. 
Di sebelah utara berhadapan dengan Selat Bali dan di sebelah selatan dengan Samudra Hindia. 
Nama Blambangan sendiri diambil dari nama kuna daerah Banyuwangi, yang pada masa Kerajaan Majapahit hingga Kesultanan Mataram (abad ke-17) merupakan pelabuhan dagang dan daerah taklukan Kerajaan Mengwi dari Pulau Bali

#44 Jogjakarta | Ilang

prolog :
langite mendung, rembulane ilang, sepi dadine…

*****

aku kangen sliramu, jeng…
nulis nawala tanpa dluwang,
tanpa aksara,
mung nyawang netramu
kang tajem, landhep kaya pucuking glathi,
nungseb, nyuwek dhadha lanangku

luru lurung tak goleki sliramu
ing pinggir kutha Tasik,
ngitung kenya maneka warna
ora ana sing beda !

#43 Solo | Kangen

Dari radio terdengar keroncong Kota Solo
membuat angan melayang-layang ke kota Solo….
“Hm…. kapan tilik nyang Kutha Bengawan ?”,
begitu hati sang batin nggresah. 
Meski rindu,
dia mangu-mangu kalau tilik ke sana.

Jiwanya resah dan entah apa yang sebenarnya berkecamuk di dadanya.
Hanya dia saja yang tahu,
dan desahan angin pagi yang memainkan
pucuk-pucuk pepohonan
Meski sebenarnya dia rindu dan kangen !
Meski sebenarnya huft………!

Kota Solo, kota tempat kesenian asli 
Tarian indah murni irama yang mengiringi 
Banyak peziarah sejak purba hingga kini 
Para agung serta pendekar sungguh maha sakti
Sungguh indah kota solo banyak pemandangan
Mulai hiburan di tepinya bengawan 
Kota Solo yang menjadikan kenang- kenangan
Hingga dapat menghilangkan hati sedih dan duka

Meski sebenarnya bila di Solo hilanglah sedih dan gundah hati….


2/22/20

#42 Jogjakarta | Obong-Obong Dluwang Lawas

obong-obong dluwang lawas,
isine kebak pangarep
lan crita asmara kepungkur
wis ora bisa di busak,
nulismu ngganggo mangsi china,
ora bisa luntur, ora bisa ilang,
garit-garit alus swarane,
tharik-tharik aksarane,
mumbungi ati sing nate kasmaran,
kayaa tan ana liyane….

obong-obong dluwang lawas,
nggigit nyuwak ati kang nate tatu, ati enomku
ati prawanmu,

obong-obong dluwang lawas,
urube eluh sing tan tau asat,
awune gegetunan sing sangsaya kadhuwung,
ambune anggandha susah
prasasat tan ana tandhinge… biyen,
nalika aku lan kowe,
isih wani isin,
ngempet rasa ing telening ati,
tan wani ngomong,
amung nulisi dluwang iki,
sesambungan, ganti nginanti,

aksaramu mentes, cetha yen kowe ya tresna,
aksaraku mandhes,
nancep ning njero rasamu biyen,
sadawane dalan,
tanganku tanganmu ora nate pisahan !

obong-obong dluwang lawas,
yen iki pancen wis titi wancine,
aku, kowe duwe panguripan dhewe

obong-obong dluwang lawas,
isine layangmu, critamu, gambarmu, tresnamu

#41 Karanganyar | Suwung

#Jilid 1

mikul rasa ing ati mbesengut wae ulatane
—–wis ndang mreneya,
gageya tak dhekep ing dhadhaku,
suntegen kabeh pangrasamu kuwi,
yen kepengin muwun,
mengko tak usapi nganggo tresnaku
sing kari siji iki….

***

tawang ngglanthang
ati ngathang-athang
—– saumpama bisa mesem sithik wae langit ambyor udan lintang—–

2/21/20

#40 Karanganyar | Siwaluh

Indah pada jamannya : 90-an
pada suatu ketika
kenanganku terkubur dalam
pendar lampu jalanan yang belum juga meredup,
meski lalu lalang jalanan kian lengang,
gemericik siwaluh,
mengingatkanku kepadamu,
saat masih berseragam putih abu-abu,
berjalan di sepanjangnya,
tak bergandengan,
tak menyapa, diam membisu !

apakah cinta remaja
masih tersimpan di dada perempuan itu?

ah, tentu saja tidak…..
bukankah waktu telah menggerus semua cerita 
dan kisah yang tak pernah usai itu ?

dan siwaluh masih tetap setia,
mengalirkan kisah-kisah lainnya,
dari masa yang satu ke masa di depannya

*****
siwaluh adalah nama sebuah sungai
yang membelah kota karanganyar
dari punggung lawu menuju bengawan solo

#39 Surabaya | Nawang Wulan



“mengapa Tarub tak membakari saja
selendangmu, hingga kau tetap di bumi
membesarkan anak semata wayangmu ?”

Nawang, bidadari itu hanya tersenyum
tak menjawab, justru menarikku ke ujung pelangi
mengajakku bercinta
menari diantara ribuan warna pelangi,
memeluku pada kepasrahannya yang liar,
setelahnya,
ia tersenyum begitu memikat,
melilitkan selendang birunya
sekedarnya, menutupi putih tubuhnya
yang nyaris telanjang…

mendadak aku gemetaran,
napasku tak beraturan
satu-satu,
menjadi gelap !

masih samar kudengar suaramu merayu,
membuatku terhempas, jatuh ke bumi
bergulingan direrumputan dan ilalang biru,
membawa seikat senyummu
membawa sebait kata rayuku,

hm,
bila Tarub tak membiarkanmu kembali ke kahyangan,
tentu aku tak melihatmu hari ini
di sini
di ujung pelangi yang melintasi ladangku !

____________
: aku justru kangen
saat bentangan selendangmu nyangkut di pohon santen depan rumahku !

#38 Muncar | Penantian Sunyi


Aku duduk dalam sunyi
Menghitung sisa hari yang kumiliki
Tak lebih dari seratus hari lagi
Ah, mengapa musim terus berganti
Bergulir tiada henti
Mengantarkanku pada satu masa
Saat aku harus kembali

Anakku,
Tak cukup rasanya aku memandangimu
Belumlah cukup rasa cintaku padamu
Belumlah tuntas kisah yang kuceritakan padamu
buat bekal perjalananmu

Ingatlah selalu, cintailah ibumu
Seperti cintaku padamu
Sayangi ibumu
Seperti sayangku padamu
Jaga ibumu
Seperti aku menjagamu

Bila rindu menghampiri,
Peluk ibumu, seperti saat aku memelukmu

Anakku,
Musim ini rasanya hendak mengantarku
pada sunyi tak berkesudahan
pada penantian maha sunyi

2/19/20

#37 Tawangmangu | Hijab


perempuan berhijab kabut
melangkah tembusi ilalang,
membuat jejak wangi dari aroma tubuhnya
beruntai menyesakkan rasa
ujung rambut tergerai
menjadilah tampak hitam kecoklatan
dipadu putih kulit basah butiran embun
kupu dan pipit terbang riuh disekelilingnya

perempuan berhijab kabut
melangkah menuju entah,
masih melangkah
meski sebenarnya ia masih menunggu
dibuatnya jejak setapak dari langkah kaki mungil

menuju puncak

#36 Jakarta | Bila


kau tarik tanganku menuju dadamu,
menggemuruh gelombang rasa,
matikan logika,
aku dan kau
dalam napas memburu
     lupa aku lupa kamu, lupa siapa !

rembulan tersipu, lelangit melengos malu,

ragu kugenggami dadamu, 
namun liar tubuhmu bergetar, 
pasrah bening matamu,
dan aku menjadi tak peduli kepada angin yang berbisik, 
pada waktu yang berjalan, pada diriku !

bila rasa menyatu dalam raga,
dan cinta mengembara entah kemana, 
lantas apa yang kita gelari
dalam pertarungan ini?

#35 Tawangmangu | Perempuan Kerudung Hitam

perempuan kerudung hitam,
menikamkan cintanya
tepat di dadaku……
setelahnya perempuan pergi
meninggalkan luka paling luka,

ah,
inikah perih
sesunguhnya?

sekujur tubuhku menggigil kelu memeluki sepi dan sayatan luka,
cinta masih perih menancap erat di dada
menembus ke hati,
merobeki jantung, menguliti jiwa

perempuan kerudung hitam sembunyi di belukar, membakar ilalang,
: ditengahnya ada aku tengah terpanggang !

#34 Karanganyar | Terapung


mengecap rasa luka lama,
—-masih merah menyala,
meski pedihnya tak lagi kurasa 
adakah para penjaga jiwa masih setia 
terapung di batas cakrawala?

satu masa saat kita ditemukan oleh luka yang berikutnya 
sebenarnya jangan kau tengoki aku,
dan aku tak akan juga menjumpaimu,
meski kita ada di simpang jalan yang sama 
di waktu yang saling berhimpitan,
saling bersingunggan……………..

: sesungguhnya,
lukaku-lukamu adalah sama !


2/16/20

#33 Cemoro Kandang | Belum Sempurna


angin sangat meluruhkan gelombang rambutmu,
satu-satu ia mengenai wajahku
membaui sempurna
setiap juntaian ujungnya,
masih sama aroma itu
: aroma rindu yang menggoda,

bagai anak kecil berlarian aku dan kau
saling kejar di garis batas senja
yang belum sempurna
menjelaga saga,

: masih ada waktu, katamu….

maka, saat kita duduk berhadapan
menatapi kosong mata bulat berbinar

menyelam dan mendekam pada kisah sunyi kita,
meski kita sangat berdekatan,
sesungguhnya kulitku dan kulitmu
tak juga bisa saling bersentuhan

ah, biarkan saja angin senja membekukan raga,
dan kita kembali pada pusar waktu
pergi entah kemana
: dekat tapi tak tersentuh !

*****
manakala kisah tak bisa diceritakan,
cerita tak bisa di katakan
dan kata tak bisa di tuliskan,
simpan di hati
agar residual energi yang akan berkisah dengan caranya sendiri


#32 Banyuwangi | Menuju Senja

sajak berserakan jatuh di rerumputan, 
aksaranya jumpalitan
bergegas kau ambil satu-satu,
menyusunnya menjadi bait-bait mati,
——–kau seka tetes keringat di dahi,
: nyerah !

kupunguti, kueja aksara-demi aksaranya, kususun semampuku,
jadilah, begitu seruku mengagetkanmu

“hey,
apakah itu untukku?”, serumu….
lantas kau baca perlahan saja

kau tertunduk,
mungkin kesal dengan bait sajakku….
: apa peduliku !

#31 Tawangmangu|Suwung


tawang ngglanthang atngathang-athang
—– saumpama bisa mesem sithik wae langit ambyor udan lintang

nek uluk salam keslametan wae wis ra di anggep, 
apa maneh arep crita ngudharasa?

dudu slirane sakbenere, 
nanging wong liya sing ora nate tak kenal, 
masiyo blegere pawujudanmu kang ayu,
sak nyatane dudu...

aku dadi kaya cecak kang kepingin
ngunthal setlika, tangeh lamun

masiyo cedhak, amung sak lumpatan paribasane,
ananging katon adoh tan bisa kinira 

wis kudhu dipungkasi tekan semene,
anggonku nggoleki cuilan crita sing nate
kosuwek,

: sak nyatane kabeh amung lamis, ora tumus saka punjere ati
mugi gusti Allah, bisaa maringi dalan
padhang,
lan ngapura kabeh kaluputanmu….

#30 Jember|Rindu

aku rindu bersajak,
tentang cinta terluka
tentang rindu terlupa
tentang aku
tentang kau
tentang dia

masa mengombang-ambingkan rasa,
rasa mengombang-ambingkan cinta,
cinta selalu meninggalkan luka

: sangat menganga pada setelah sebelumnya

2/8/20

#29 Karanganyar|Putih Abu-Abu


aku masih teringat senyum pelangimu,
saat hujan gerimis membasahi pipi
satu-dua titik air kau biarkan
menghiasi wajahmu

aku masih teringat senyum yang berbinar sempurna,
sorotnya tajam menghujam rasa, tepat dan sempurna

aku terjatuh dalam rona jingga rindu- rindumu
—————————
dalam hinggar bingar putih abu-abu,
sembilan puluhan !


#27 Solo|Maung


rembulan tergolek di punggung maung 
menjinjing sekeranjang rindu
yang tercampak
bercampur anyir darah……

: aku dan sebuah rasa mengalah !

hm, berjinjingan
mengendap-endap menerkam kelam !

maka,
ketika masa berganti cerita, rindu dan cinta
terpenggal terbelah dua

#26 Banyuwangi|Bukan Pilihan


Profesi itu menghidupi dan mencukupi kalau pengabdian itu berbagi, saling memberi
Nah, ketika ada yang bertanya “Apa
profesimu?”
jawaban apa yang harus aku ucapi?


::.. saat menjadi guru, mungkin bukan pilihanku, tapi inilah jalanku

----------------------- 
Kesimpulannya adalah : jalani setiap pekerjaayang diperoleh dengan sepenuh hati, jalani dengan ikhlas, teruslah berbekal diri dengan menambah ilmu pengetahuan, apapun pekerjaan yang diperoleh mempunyai resiko, tantangan dan ujian yang harus dihadapiJangan pernah menyerah dengan segala
bentuk tantangan. Mari kita jadikan diri kita bermanfaat bagi sesama

#25 Banyuwangi|Kekasih Gelap


meskipun demikian sempurna, 
tetap saja tersimpan 
dalam bingkai yang sulit terjamah
: kekasih gelap

***
ini terinspirasi ketika lagi makan siang disebuah warung,
siibu-ibu sedang telepon, entah kepada siapa, gadis es em a yang bolos sekolah,
pemuda penganggur yang lagi ngebut di jalanan dan pengemis tua yang entah kenapa belum juga bosan dengan profesinya
ada pengamen fals banget suaranya dilempar koin oleh mbak si penjaga warung
lari terbirit-birit, si bapak PNS yang misuh entah
sama siapa
: aku sih lagi menikmati semangkuk soto yang
sedap rasanya